Sunday 2 February 2014

Penilaian

"Manusia selalu dinilai oleh manusia lain", setidaknya begitlah kata-kata yang pernah diucapkan ayahku. Memang dalam hidup ini, tingkah laku kita selalu dilihat dan dinilai oleh orang lain. Oleh karena itu ada pepatah jawa yang mengatakan seperti ini :

 "Ajining diri soko lathi, ajining sariro soko busono"

Saya rasa, anda juga sudah mengerti tentang arti dari pepatah tersebut. Dimana seseorang bisa menilai kepribadian kita hanya dari gaya bicaranya dan cara berpakaiannya.

Dalam hal ini yang saya ingin tekankan disini bukanlah masalah pepatah diatas ataupun masalah nasihat yang diberikan ayah saya. Karena berdasarkan pengalaman hidup saya, memang kedua pesan tersebut memang benar adanya. Dimana hidup kita tak akan pernah lepas dari penilaian orang lain.

Tapi dalam konteks ini, yang ingin saya tekankan adalah, bagaimana cara kita menyikapi atas penilaian orang lain tersebut. Bukan maksud saya menyinggung orang lain, tapi saya hanya ingin menanyakan kepada anda "Mengapa anda begitu peduli terhadap penilaian tersebut?".

Dari sekian banyak, orang yang pernah saya temui, hampir 90% dari mereka melakukan sesuatu karena itulah yang dinginkan orang lain. Mereka melakukan sesuatu hanya takut dicap buruk oleh orang lain. Walaupun pada dasarnya hal itu tidak buruk, baik dari segi norma maupun agama.

Sebagai contoh adalah sebagai berikut :

Ada dua orang dengan kepribadian berbeda, yang satu bernama X dan yang satunya lagi bernama Y. X dan Y sama-sama berasal dari sekolah yang sama dan kini sama-sama menjadi mahasiswa di universitas yang sama pula. 

Pada awalnya si X dan Y merupakan sama-sama mahasiswa baru dari SMA yang sama dengan latar belakang yang sama pula. Tetapi hingga akhirnya, akhir dari perjalanan hidup mereka berbeda bahkan sangat bertentangan.

Diketahui bahwa si X merupakan anak yang selalu memperhatikan imagenya dihadapan orang lain. Dia selalu mengerjakan semua perintah yang dibicarakan orang lain. Mulai dari kegiatan, makanan, bahkan gaya hidupnya hanya didasarkan pada apa yang dikatakan orang lain. Karena sikapnya itu, si X bisa dibilang pribadi yang terbuka karena kebanyakan dari apa yang dikerjakan oleh si X juga dikerjakan oleh orang lain. Sehingga mereka bisa share satu dengan yang lainnnya. Tak heran jika si X memiliki banyak teman. 

Sedangkan si Y, dia tak begitu peduli apa yang orang lain bicarakan tentangnya. Dia hanya mengambil infromasi yang dia butuhkan saja. Dia merasa jika , dia merubah sifatnya sesuai dengan orang yang lain katakan seperti yang si X lakukan. Maka sama saja dia membunuh dari bagian dirinya yang lainnya. Dia hanya merasa bahwa sifatnya tidak bisa dihilangkan, tetapi bisa disembunyikan. Si Y selalu memiliki motto bahwa "Aku tidak memaksamu menjadi temanku, aku tidak memaksamu untuk peduli padaku." Walaupun teman Y mungkin sebanyak teman X, tetapi hanya sedikit teman Y yang benar-benar dianggap teman oleh Y.

Lalu apa yang terjadi di akhir kehidupan antara X dan Y. Aku tidak bisa mengatakannya dengan pasti, tetapi yang kutahu ini adalah perbedaan dari hidup yang dilalui anatara X dan Y

Si X selalu pergi bersama temannya. Dia akan sangat takut apabila harus melakukannya sendiri. Sebagian besar dalam hidupnya adalah mengandalkan temannya. Hidupnya penuh dengan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh teman-temannya. Dia sangat takut apabila temannya mengatakan hal-hal yang buruk tentangnya.

Sedangkan si Y, dia melakukan sesuatu karena dia memang sukai bukan karena ketentuan-ketentuan yang diterapkan oleh orang lain. Dia lebih memilih untuk melakukannya sendiri ketimbang harus mengandalkan temannya. Dia tidak begitu memedulikan apabila orang lain mengatakan hal yang burung tentangnya.

Di akhir cerita, mungkin kini si X memiliki pekerjaan karena usulan atau kenalannya di perusahaannya itu. Ya, kini dia menjadi serang karyawan di perusahaan ternama. Karyawan yang harus patuh terhadap perintah bosnya. Disiplin dengan waktu kerjanya. Dan proyek yang harus dikumpulakn tepat waktu. Bisa dibilang kini X orang yang bekerja karena aturan yang diterapkan oleh orang lain. Bahkan sifatnya sudah dimodifikasi sedemikian rupa sehingga lebih mirip seperti robot pencetak uang.

Sedangkan si Y, bisa dibilang mungkin financialnya lebih rendah apabila dibandingkan dengan si X. Tetapi setidaknya si Y bisa hidup nyaman dan tenang dengan aturan-aturannya sendiri yang dibuatnya. Dia bisa bangun tidur sesukan yang dia mau. Mengerjakan sesuatu apa yang ingin dia kerjakan. Bahkan hidupnya lebih mirip seperti daun berwarna hijau yang mengalir diatas aliran sungai yang jernih. Ya hidupnya mengalir apa adanya. ya, Kini si Y hidup sebagai seorang pelukis yang karyanya bisa dihargai hingga milyaran rupiah.


Dari kisah diatas mungkin aku tidak bisa memberikan penilaian mana yang baik maupun yang benar. Tapi yang ingin kukatakan disini bahwa, sebenarnya kita terlalu pengecut untk menjadi diri kita sendiri. Kita terlalu memikirkan perkataan atau tuntutan yang diberikan orang lain. Sehinga secara tidak kita sadari, kita berada dalam suatu keseragaman tanpa perbedaan.

"Manusia itu lemah, mereka melakukan sesuatu karena formalitas"

Semua hal yang menyimpang adalah aneh. Mengapa??? Karena orang-orang mengatakannya seperti itu. Takut apabila hal yang kita lakukan keluar dari keseragaman.  Hingga akhirnya kita takut untuk melakukan apa yang memang benar-benar ingin kita lakukan. Bayangkan jika umurmu hanya tersisa 2 menit, apa yang  sebenarnya akan kau lakukan. Melakukan seperti yang biasa orang katakan, atau melakukan apa yang hati ingin sampaikan. Itu tergantung pada pilihanmu sendiri. 

Jadi inilah yang sebeneranya ingin kusampaikan pada kalian

"Hidup kita memang dinilai oleh orang lain. 
Tetapi, mengapa kita terlalu peduli terhadap penilaian itu "

0 comments:

Post a Comment